7 Dusta Fasilitator Outbound Lebay
Program 600 anak-anak progam CSR Prudential, Pasir Mukti. |
Dalam kegiatan outbound atau sejenisnya, instruktur, fasilitator, game master, -atau apa pun istilah yang digunakan untuk pemandu acara- dituntut untuk selalu menjaga suasana agar kondusif. Nah, kadang seorang fasilitator, entah disadari atau tidak, mengungkapkan hal-hal yang sebenarnya mengandung dusta guna “memelihara” suasana dengan peserta tersebut. Mungkin maksudnya bikin lelucon atau untuk menghidupkan suasana, namun dengan menyampaikan hal-hal yang lebay mengandung kedustaan.
Tulisan ini akan menyingkap 7 dusta fasilitator lebay yang sering dikemukakan demi memelihara suasana outbound (menurut yang bersangkutan). Apa saja 7 duta tersebut? Mari kita simak.
1. Jam Karet
“Ya, waktu tinggal SEPULUH menit lagi” begitu teriak seorang fasilitator pada rombongan peserta outbound yang sedang main games pipa bocor. Maka para peserta pun lebih giat bermain. Eeee… lima menit kemudian, si fasilitator tersebut kembali berkata, “Yak, waktu tinggal SATU menit lagi!” akibatnya peserta makin giat sambil diiringi rasa panik dalam menyelesaikan permainan.
Dusta “memermainkan” waktu atau durasi kerap dilakukan fasilitator yang nggak punya konsep jelas dalam pendampingan. Mungkin maksud si fasilitator adalah supaya proses lebih dramatis, maka maka ketentuan waktu yang sudah dia ucapkan di awal, ditengah-tengah atau di akhir proses dengan mudahnya dimanipulasi. Tak hanya memercepat proses, memerlama proses pun juga manipulasi, misalnya dari 10 menit yang disebutkan tersisa, setelah lewat sepuluh menit, dibilang masih ada waktu tiga menit lagi.
Bagi sebagian peserta, waktu yang berubah-ubah mungkin tak menjadi masalah karena fokus mereka bermain. Namun bagi sebagian yang lain, apalagi yang kritis, ini bisa menjadi masalah karena mereka merasa dipermainkan; walau dalam konteks sedang melakukan suatu permainan.
2. Hadiah Mewah, Sanksi Keji
“Ya, pemenang lomba ini akan mendapat hadiah menginap tiga malam lagi di villa ini” demikian papar seorang fasilitator sebelum beberapa kelompok akan lomba dalam sebuah permainan outbound. Peserta tertawa, pun fasilitatornya, seolah itu hal yang lucu. Padahal sang fasilitator pasti tahu itu adalah dusta, sedangkan hampir semua peserta juga beranggapan itu juga dusta. Variasi dusta hadiah yang lain, misalnya peserta yang menang akan mendapat hadiah mobil, dalam bentuk brosur. Apakah pemenang memang mendapat hadiah nginep tiga malam lagi di vila tersebut? Atau dapat brosur mobil? Ah… ada-ada saja.
Bentuk pendustaan kebalikan dari hadiah adalah hukuman atau sanksi bagi yang kelompok yang kalah, misalnya “Kelompok yang kalah dalam permainan ini tidak akan dapat makan malam.” Atau “Kelompok yang kalah pulang dari Puncak ke Jakarta Jalan kaki.” Apakah memang begitu adanya? Tanyakan pada sang fasilitator yuk…
3. Kawasan Rawan
“Kak, sungai itu dalam ya?” tanya seorang peserta outbound pada seorang fasilitator, “Wah, dalam sekali, Dik; kira-kira 3 meter” jawabnya dengan lagak kurang meyakinkan. Jawaban itu membuat si peserta agak takut sambil membatin, “Wow, 3 meter, berbahaya sekali nih.”
Padahal, sang fasilitator tahu bahwa kolam itu hanya 1 meter dalamnya, tetapi kenapa sampai mengungkapkan kedustaan mengenai dalam kolam? Apakah supaya peserta takut?
Ada pula fasilitator yang hobinya menakut-nakuti peserta akan kawasan di sekitar tempat outbound, misalnya. “Di kolam itu banyak ular dan buayanya, lho,” atau “Jangan sampai masuk hutan itu ya, masih banyak harimau di sana, bisa diterkam nanti kamu kalau masuk ke sana.” Kalau dia tahu persis kondisinya seperti itu, nggak apa-apa, namun kalau dia hanya ngarang-ngarang cerita, ya dusta itulah. Padahal untuk mengungkapkan kewaspadaan peserta akan lokasi outbound, masih bisa dengan cara yang lebih masuk akal, kok, alih-alih dusta. Emang peserta outbound mau dijebloskan untuk perang gerilya di hutan belantara?
4. Perbandingan Berlebihan
“Kami sudah sering memainkan games ini, minggu lalu, ada grup dari anak-anak SD yang menyelesaikannya ini hanya dalam waktu 15 menit. Nah apakah teman-teman dari PT Jayabotol bisa memecahkan rekor tersebut?” Demikian penjelasan sang fasilitator pada kelompok outbound sebelum memainkan suatu games. Sang fasilitator memang sudah sering memainkan games tersebut, tetapi dia tahu bahwa minggu lalu dia tidak memainkannya untuk anak SD, pun sekian bulan lalu dia pernah memainkannya untuk anak SD, waktu penyelesaiannya 25 menit, bukan 15 menit seperti yang dipaparkan barusan.
Kenapa dia berdusta? Mungkin karena ingin memberi tambahan tantangan pada kelompok yang hendak main. Atau dia tidak punya ide lain untuk lebih menyemangati peserta sebelum main, entahlah.
5. Semua Luar Biasa
Dalam suatu sesi penutupan outbound, seorang fasilitator berkata di hadapan peserta, “Akhirnya kita akan mengakhiri outbound hari ini. Saya melihat semua kelompok sudah bermain sangat bagus, walau akhirnya hanya satu yang akhirnya menjadi pemenang, namun bagi saya, semua adalah pemenang,” peserta pun bergemuruh dalam tepuk tangan. Lalu sang fasilitator melanjutkan, ”Dalam tiap permainan, saya melihat bahwa kerjasama sudah terjalin dengan sangat baik, kompak. Komunikasi antar pesertapun sudah berjalan dengan efektif. Saya juga mengamati bahwa daya juang teman-teman dalam menyelesaikan outbound sungguh mengagumkan, luar biasa…” peserta pun kembali menenggelamkan diri dalam tepuk tangan kebanggan. Sang fasilitator tak kalah bangganya, sehingga melanjutkan puja pujinya pada peserta; bla bla bla….
Padahal, padahal nih, sang fasilitator mendapati bahwa tidak semua kelompok peserta menjalin kerjasama dan komunikasi dengan baik, bahkan beberapa kelompok malah gagal menyelesaikan permainan. Sang fasilitator mendapati pula kelompok yang justru menyerah di tengah permainan karena capek atau putus asa. Pendeknya, sebenarnya dinamika outbound tersebut biasa-biasa saja, ada kelompok yang bagus, ada yang kurang maksimal, dan ya biasa-biasa saja lah secara statistik teknis permainan.
Tetapi kenapa sang fasilitator mengatakan bahwa semuanya sangat bagus, Luar biasa semua…? Coba tanya kenapa…6. Ah, Payah
Sebenarnya, dinamika peserta dalam suatu outbound dikategorikan standar. Ada kelompok yang pencapaiannya sangat bagus, ada yang lumayan bagus, namun ada pula yang biasa-biasa saja. Namun, dalam pemaknaan proses di akhir outbound, sang fasilitator berkata. “Sebenarnya permainan-permainan tadi itu mudah sekali, tapi kenapa ya masih ada peserta yang gagal menyelesaikannya?” peserta yang mendengarnya pun jadi senyap. “Saya lihat, strategi teman-teman tadi kurang jitu, apalagi banyak yang kurang kompak, malah ada beberapa yang malah berdebat terus. Pantas saja nilainya kecil-kecil.” Peserta makin senyap sementara sang fasilitator makin berapi-api “menistakan” pencapaian peserta. Pendek kata, yang dia bahas adalah sebagian kecil proses yang menurutnya belum maksimal; sementara pengalaman-pengalaman keberhasilan yang justru dialami sebagian besar peserta malah seolah diabaikan.
Dan akhirnya, ketidakobyektifan paparannya ditutup dengan motivasi ala dia, “Nah, dalam outbound ini kita sudah belajar dari banyak kesalahan. Semoga nanti setelah kembali ke tempat kerja, teman-teman bisa memerbaikinya sehingga kinerjanya makin bagus.”
7. Dukun
“Tadi ada kelompok yang sempat tercebur saat main rakit,” demikian seorang fasilitator memberi evaluasi saat akhir suatu outbound. Lalu dia melanjutkan paparan tentang pentingnya sebuah perhitungan dan koordinasi, khususnya dalam konteks permainan rakit. Peserta menyimak dengan hikmat, sambil bertanya-tanya dalam hati, “Wah, kelompok siapa nih yang tadi kecebur?”
Sang Fasilitator lalu melanjutkan, “Dalam permainan pipa bocor, tadi ada juga kelompok yang sangat luar biasa, bisa mengeluarkan 20 bola, hebat,” Peserta masih menyimak dengan takjub sambil bertanya-tanya dalam hati “Wah, kelompok siapa tuh yang hebat begitu?” sementara sang fasilitator berceramah tentang betapa kerjasama yang baik bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal.
Keesokan harinya, di kantor, peserta saling bertanya, kelompok siapa yang kecebur saat main rakit, ternyata nggak ada tuh… Diselidiki juga, kelompok mana yang bisa ngeluarkan 20 bola dalam permainan pipa bocor; ternyata nggak ada juga, karena rata-rata hanya mengeluarkan 7 bola. Nah, berarti si fasilitator berdusta dong. Tapi, penjelasannya tentang pentingnya perhitungan, koordinasi, kerjasama, komunikasi dan lain-lain itu benar dan menarik sih, bermanfaat. Tapi yang tetap menjadi misteri itu, siapa sih yang sebenarnya kecebur? Coba tanya tuh sang fasilitator.
Fasilitator pasti tidak melihat semua proses peserta dalam tiap lokasi permainan, apalagi jika jaraknya berjauhan. Memang dia sudah sering outbound dengan permainan yang sama, dan yang terjadi juga lebih kurang sama. Tetapi menyatakan sesuatu yang tidak terjadi, tentu sebuah kedustaan, pun itu maksudnya dijadikan pintu masuk untuk sebuah pemaknaan bagi peserta. Emang dukun, bisa meramal atau menerawang yang nggak kelihatan?
Nah, itu tadi 7 dusta yang kadang dilakukan fasilitator outbound demi menjaga suasana atau (seolah-olah) ketercapaian suatu proses.
Namun yang jelas, instruktur/ fasilitator outbound itu adalah profesi yang menarik, yang menuntut penguasaan experiential learning. Banyak hal yang perlu dipelajari dan dipraktikkan sebelum kita bisa memfasilitasi outbound dengan elegan, tanpa harus menyampaikan sesuatu yang mengandung dusta.
Akhirnya, jika ada yang belum yakin dengan 7 kedustaan fasilitator outbound, sebaiknya, jangan langsung percaya ya, karena siapa tahu tulisan ini juga mengandung dusta. Nah, lo…
oleh : Agustinus Susanta, Fasilitator Utama